Era Keserakahan Hebat

Progresa
7 min readMar 25, 2022

--

Illustrasi: Tower of Babylon, simbol dari unchecked growth

“Pelajaran pertama: jangan pernah meremehkan keserakahan orang lain,” ujar Frank kepada Tony Montana. Dalam film laga 1983 berjudul Scarface itu, Frank, meskipun sedang berada di bawah pengaruh kokain, telah mengatakan salah satu fakta penting yang sering kali kita sangkal mengenai cara dunia ini bekerja. Bahwa, keserakahan orang lain telah begitu banyak membentuk kehidupan kita seperti sekarang ini. Banyak dari manfaat yang kita rasakan pada hari ini, tercipta bukan karena kebaikan orang lain melainkan keserakahan mereka. Dari perangkat yang anda gunakan, pakaian yang anda kenakan, makan siang anda, dan hal lainnya yang tak dapat saya sebutkan bisa tercipta karena di ujung lain dunia yang anda tinggali ini, ada seseorang yang berbuat semata-mata memenuhi kepentingannya sendiri.

Kunci Sukses Keserakahan

Illustrasi: Para Buruh perakit ponsel pintar di China (Gambar: Forbes)

Entah itu perancang perangkat lunak dari Amerika Serikat atau buruh perakitan ponsel di China; petani kapas dari India dan pekerja konveksi dari Bangladesh; atau buruh sawit dari Malaysia dan pekerja perkebunan kopi Brazil, orang-orang tersebut tak memikirkan apakah hidup anda nyaman hari ini. Mereka hanya berupaya memenuhi kehidupan mereka. Namun, karena mereka jugalah anda dapat memiliki perangkat canggih, pakaian hangat untuk musim penghujan, hingga makanan yang dapat anda peroleh dengan mudah di toko terdekat kepada anda. Bagaimana mungkin?

Jawabannya terletak pada pengaturan pemenuhan kebutuhan yang manusia ciptakan tiga ratus tahun silam. Tidak lagi kita berburu dan memetik untuk klan, atau bercocok tanam dan berkarya untuk kebutuhan sendiri dan penguasa lahan, kita ditundukkan pada pemisahan kepemilikan hasil produksi dan penciptanya, anda.. Sistem ini memungkinkan tiap individu, tiap masyarakat untuk ‘dengan bebas’ menciptakan sarana pemenuhan kebutuhan, lalu memperoleh uang darinya untuk membeli pemenuhan kebutuhan lain. Interaksi produksi-jual-beli-konsumsi tersebut merupakan lembaga yang kita sebut pasar.

Fitur unggul sistem ini adalah penghargaan atas ciptaan yang masyarakat butuhkan, atau jika tidak, ia akan membuat orang lain menginginkannya. Keserakahan memastikan sistem ini menyingkirkan mereka yang menyia-nyiakan sumber daya yang diberikan kepada mereka, namun membawa kepada puncak kejayaan untuk mereka yang mampu mencetak laba tertinggi. Singkatnya, sistem ini-yang lebih akrab disebut kapitalisme-mampu menyalurkan keserakahan dan kepentingan pribadi ke dalam hal yang bermanfaat.

Bertepatan dengan industrialisasi (produksi massal yang mengutilisasi mesin), hadirnya tangan besi imperialisme yang memudahkan negara-negara Barat untuk mengeksploitasi tenaga kerja dan sumber daya alam koloni Asia-Afrika-Amerika Latin serta menjadikan mereka pasar, negara-negara Barat pertama kali mengalami pertumbuhan materiil yang pesat. Itu hanya sepotong kisah saja. Hadirnya lembaga keuangan, mulai dari bank hingga bentuk korporasi yang memenangkan kepemilikan modal, memungkinkan proyek-proyek orang serakah untuk dapat didanai melintasi generasi.

Hasilnya, pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran keberlimpahan materiil meningkat tajam. Tidak sampai di situ, keserakahan atas keberlimpahan membawa efek riak bagi ukuran lain kelayakan kehidupan manusia. Kecukupan gizi orang-orang dapat terpenuhi dengan lebih baik. Jumlah balita dan ibu melahirkan yang harus kehilangan nyawa, terus berkurang. Perang dan konflik menurun tajam dan perjanjian perdamaian terus ditandatangani. Semakin banyak orang yang melek huruf dan berpartisipasi dalam demokrasi. Belakangan, negara-negara lain mengikuti langkah negara Barat.

Sisi Lain Kesuksesan dari Keserakahan

Illustrasi: Demonstran pada Protes Estallido Social di Chile 2019–2022 (Gambar: The Guardian)

Sistem ini, dalam tiga ratus tahun riwayatnya telah menciptakan banyak borok dalam kehidupan manusia. Beriringan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan gas kaca, limbah, dan sisa produksi yang dapat mengancam seisi bumi juga melambung pesat. Nilai-nilai kemasyarakatan perlahan luntur, komunitas mulai tercerai-berai. Masyarakat di dunia jatuh satu per satu ke dalam kepemimpinan populis atau kericuhan yang dipicu oleh ketimpangan. Bahkan, sistem pengaturan ekonomi ini telah berkali-kali menunjukkan betapa kikuk dirinya bekerja. Krisis ekonomi terus terjadi, tidak semua orang memperoleh alat penghidupan yang menopang dirinya, dan berbagai ‘serangan jantung’ pada sistem keuangan kerap terulang.

Di tengah seluruh kemajuan yang bisa kita nikmati, masih terdapat begitu banyak saudara kita yang terjebak dalam keterbelakangan. Jutaan anak dan orang belum dapat hidup di bawah standar yang manusiawi. Mereka masih jauh dengan hal-hal yang kita anggap sudah menjadi bagian dari hidup kita: penerangan sekali sentuh, sanitasi layak, kecukupan gizi yang seimbang, keamanan, hingga hak-hak asasi manusia. Barangkali kita perlu memaklumi, bahwa kapitalisme memang pengaturan ekonomi yang amoral.

Saya juga perlu mengatakan bahwa bukan hanya keserakahan dan kompetisinya yang membawa kita menuju keberlimpahan hari ini. Dua kekuatan besar lainnya, yakni koordinasi dan komando, mengiringi kompetisi sebagai kekuatan pembentuk kesejahteraan. Di dalam sebuah keluarga misalnya, seorang anak akan dirawat dan disayangi oleh orang tuanya, atau dalam sebuah komunitas, tetangga akan saling membantu jika salah satu di antara mereka terkena musibah. Tidak terhitung berapa banyak kegiatan kemanusiaan yang membantu korban bencana, advokasi untuk masyarakat yang mengalami diskriminasi dan penindasan, mengangkat kelayakan hidup mereka. Agak sulit untuk mengungkapkan data seputar koordinasi, karena kebanyakan tidak melibatkan aktivitas beruang dan/atau terjadi di luar pasar.

Ada pula kekuatan komando. Hampir bersamaan dengan industrialisasi, munculnya konsep demokrasi dan negara bangsa yang baru diadopsi masyarakat global pada abad XX, memberikan peran sentral pada negara untuk mengangkat kesejahteraan masyarakatnya. Negara telah menyediakan barang publik seperti jalan, transportasi masa, sekolah, regulasi dan pengadilan, jaminan sosial, hingga penciptaan pengetahuan mendasar melalui penelitian untuk mendukung standar kehidupan yang lebih baik. Kekuatan komando juga hadir kala ia menutupi lubang-lubang kapitalisme: mensubsidi kebutuhan pokok, meregulasi kegilaan pasar keuangan, dan banyak hal lainnya.

Bagaimana mengubah hal tersebut?

Illustrasi: Ruang Rapat Paripurna DPR RI (Gambar: Medcom.id)

Tiga kekuatan di atas — kompetisi yang sudah saya bahas panjang lebar, dan koordinasi dan komando yang baru disentuh sedikit saja — tidak selalu berhasil membawa perubahan menuju kemanusiaan yang berkelanjutan, sejahtera, dan inklusif. Korupsi-kolusi-nepotisme pejabat di sektor pertambangan misalnya, menggabungkan 3K dengan buruk hingga memelaratkan masyarakat. Eksperimen-eksperimen kebijakan yang hanya bertumpu pada komando (seperti Uni Soviet, Kuba) atau kompetisi saja (sejumlah episode di Eropa Timur dan Amerika Latin), membawa kelaparan dan kesengsaraan. Begitu pula cita-cita luhur manusia untuk bertumpu pada koordinasi saja, takkan terwujud karena tiap orang peduli akan dirinya sendiri.

Tantangan baru yang hadir, yang kita ciptakan sendiri, menuntut perubahan besar dalam cara manusia menggerakkan kemajuan. Dalam upaya mencari kombinasi tiga kekuatan terbaik, begitu banyak ide-ide bermunculan untuk membawa umat manusia ke masa depan yang lebih baik. Bagaimanakah caranya memastikan ide tersebut dapat benar-benar membawa perubahan?

Ide-ide hebat tersebut perlu terlebih dahulu lolos saringan kepentingan. Adakah usulan tersebut beririsan dengan kepentingan aktor-aktor ekonomi yang ada? Hanya jika sebagian besar aktor memiliki kepentingan pada perubahan tersebut, barulah ide besar dapat digerakkan. Setelah itu, pastikan bahwa ide dan kepentingan dapat diwujudkan dalam bentuk kelembagaan, atau, dapat disematkan kepada kelembagaan yang ada untuk memperkuatnya. Dengan kepastian tersebut, barulah perilaku orang-orang akan berubah sesuai dengan dampak yang direncanakan.

Masukan lain datang dari para akademisi ilmu sosial. Mereka merancang kerangka pengujian keberhasilan suatu program yang terukur, sehingga, suatu ide dapat dicoba terlebih dahulu dalam skala kecil lalu diperiksa apakah sudah memenuhi kriteria materiil tertentu yang kita tetapkan. Tanpa melalui pengujian, barangkali ide hebat anda hanya menampakkan kegagahan di atas kertas, namun membawakan hasil memalukan di lapangan.

Penutup

Tak peduli seberapa spektakuler keserakahan, bersama dengan koordinasi dan komando, telah membawa kita kepada kemajuan dan kelayakan hidup yang saat ini kita nikmati, mereka juga telah membawa masalah dan masih menyisakan keterbelakangan. Kita tidak perlu menjadi takut akan menciptakan kemajuan. Hanya saja, yang kita butuhkan untuk menghadapi tantangan kemanusiaan ke depan bukanlah lagi kemajuan yang menyediakan ponsel kian canggih setiap bulannya, atau pakaian murah yang menumpuk limbah dan menindas pekerjanya. Walaupun bukan tanggung jawab dari kemajuan itu sendiri untuk menciptakan kesejahteraan yang inklusif, adalah tugas dari kemajuan untuk menanggapi keterbelakangan yang ia bawa bersama.

Written & Edited by: Hardy Salim
Illustrated by: Joceline Wiliputri

Referensi

Ahmad Erani Yustika. 2013a. “Bab 9: Teori Perubahan Kelembagaan.” In Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, Dan Kebijakan, 159–78. Jakarta: Penerbit Erlangga.

— — — . 2013b. “Bab 12: Ekonomi Kelembagaan Dan Sistem Ekonomi.” Dalam Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, Dan Kebijakan, 219–40. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Bowles, Samuel, Richard Edwards, Frank Roosevelt, and Mehrene Larudee. 2018a. “Chapter 3, A Three-Dimensional Approach to Economics.” Dalam Understanding Capitalism: Competition, Command, and Change, 4th Edition, 49–66. New York: Oxford University Press.

— — — . 2018b. “Chapter 5, Capitalism as an Economic System.” Dalam Understanding Capitalism: Competition, Command, and Change, 4th Edition, 89–112. New York: Oxford University Press.

Chang Ha-Joon. 2014. Economics: The User’s Guide. Penguin.

Cunningham, Scott. 2021. “Introduction.” Dalam Causal Inference: The Mixtape. Yale University Press.

Galbraith, John Kenneth. 2001. “The Myth of Consumer Sovereignty.” Dalam The Essential Galbraith, 31–39. New York: Houghton Mifflin Company.

Max Roser, Hannah Ritchie, and Bernadeta Dadonaite. 2013. “Child and Infant Mortality.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/child-mortality.

Rise of The Joint Stock Corporation. n.d. Vol. Lecture 6. Capitalism: Success, Crisis, and Reform. Accessed January 25, 2022. https://oyc.yale.edu/political-science/plsc-270/lecture-6.

Ritchie, Hannah, and Max Roser. 2020. “CO₂ and Greenhouse Gas Emissions.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/co2-and-other-greenhouse-gas-emissions.

Rochon, Louis-Philippe, and Sergio Rossi, eds. 2016. “Chapter 5 The Financial System.” Dalam An Introduction to Macroeconomics: A Heterodox Approach to Economic Analysis. Massachusetts, USA: Edward Elgar Publishing, Inc.

Roser, Max. 2013. “Economic Growth.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/economic-growth.

— — — . 2016. “War and Peace.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/war-and-peace.

Roser, Max, and Bastian Herre. 2013. “Democracy.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/democracy.

Roser, Max, and Esteban Ortiz-Ospina. 2016. “Literacy.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/literacy.

Roser, Max, and Hannah Ritchie. 2013. “Maternal Mortality.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/maternal-mortality.

— — — . 2019. “Hunger and Undernourishment.” Our World in Data. https://ourworldindata.org/hunger-and-undernourishment.

--

--

Progresa

A student-run think tank with the primary goal of advocating progress and promoting awareness of the issues of the future